- peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usah sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence). dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30%.
- peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternakan mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha. dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70 persen (semi komersial atau usaha terpadu).
- Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single komodity), dengan tingkat pendapatan usaha ternak 70-100 persen.
- peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (Specialized Farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100 persen (komoditas pilihan).
menurut Williamson (1993), setidaknya ada tiga tipe peternakan sapi didaerah tropis yaitu peternak rakyat atau subsistem, peternak spesialis, dan produsen skala besar. Prawirokusumo (1990), berdasarkan tingkat produksi, macam teknologi yang digunakan, dan banyaknya hasil yang dipasarkan, maka usaha peternakan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
- usaha yang bersifat tradisional, yang diwakili oleh petani dengan lahan sempit, yang mempunyai 1-2 ekor ternak, baik ternak ruminansia besar, rumaninsia kecil bahkan ayam kampung.
- usaha backyard yang diwakili peternak ayam ras dan sapi perah yang telah memakai teknologi seperti kandang, manajemen, pakan komersial, bibit unggul dan lain-lain.
- usaha komersial adalah usah benat-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara lain untuk tujuan keuntungan maksimum. pengembangan suatu usaha peternakan sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya pendukung lainnya.
Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis,Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Usaha peternakan merupakan kegiatan beresiko yang akan memberikan kerugian baik dari segi material maupun non-material. Akan tetapi, bila berhasil maka akan memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi pemiliknya. Dalam menjalankan usaha apapun termasuk peternakan, tidak terlepas dari manajemen. Manajemen yang menentukan pertumbuhan atau kebangkrutan suatu usaha. Dengan adanya suatu pengelolaan dan manajemen yang baik maka usaha akan mampu bertahan dari segala tekanan, kendala, dan rintangan yang ada. Bahkan dapat berkembang menjadi lebih besar dan lebih baik lagi.
Dalam mengelola usaha peternakan, ada prinsip dan standarisasi yang membantu perkembangan usaha peternakan. Akan tetapi, prinsip dan standarisasi ini bukanlah nilai mutlak dalam kesuksesan peternak. Tidak selalu yang dilakukan peternak akan berbuah dengan baik dan sukses. Terkadang ada beberapa kendala atau halangan yang tidak dapat dihindari, contohnya tertipu rekan kerja, tertimpa becana, dan kendala-kendala lain. Berikut adalah beberapa prinsip dan standarisasi yang diharapkan mampu mendukung kemajuan dan perkembangan peternak.
Ustomo, E. 2016, 99% Gagal Beternak Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usaha Peternakan sapi di Indonesia umumnya berskala kecil sebagai usaha sampingan dan masih bersifat tradisional. Usaha penggemukan sapi memberikan keuntungan ganda seperti pertambahan berat badan serta hasil hasil limbah berupa kotoran ternak atau lebih dikenal dengan pupuk kandang, selain itu ternak diusahakan sebgai tabungan dan memberikan kesempatan kerja (Sugeng, 2003).
Sugeng, Y.B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usaha penggemukan sapi memerlukan modal besar maka perlu
dilakukan analisis kelayakan usaha untuk
memperhitungkan investasi. Investasi atau modal merupakan faktor yang penting
dalam usaha peternakan (Mubyarto, 1994).
Mubyarto., 1994, Pengantar Ekonomi Pertanian, Pustaka LP3ES, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment