Konsepsi Kopi

Kopi merupakan komoditas pertania yang paling akrab dengan masyarakat, mulai dari kalangan ekonomi atas sampai bawa. Hingga saat ini, kopi masih menduduki komoditas andalan ekspor hasil pertanian Indonesia selain kelpa sawit, karet, dan kakao. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diharapkan mempu meningakatkan nilai devisa ekspor Indonesia (Santoso, 1999).

Santoso, B. 1999. Pendugaan Fungsi Keuntungan dan Skala Usaha pada Usahatani Kopi Rakya di Lampung. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.
 

Konsepsi Produksi

Sugiarto et. al., (2002), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Dipertegas dengan pendapat Sisno (2001), menyatakan bahwa teori produksi yaitu teori yang mempelajari bagaimana cara mengkombinasikan berbagai macam input pada tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

Sisno (2001). Efisiensi Relatif Usahatani Tembakau Berdasarkan Perbedaan Luas Lahan Garapan, Tesis, Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.

Sugiarto, et all., 2002. Ekonomi Mikro. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Menurut Pindyck/Rubinfeld (1995), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Untuk memproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan pada sektor pertanian adalah adanya kapital tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungab antara produksi dengan input yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau disebut fungsi produksi. 

Pindyck, Roberts dan Daniel L. Rubinfield 1995. Microeconomics, Prentice Hall International, Inc.

Samuelson dan Nordhaus(1992), menyatakan dalam teori produksi diasumsikan bahwa petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertetntu serta biaya yang paling rendah selanjutnya petani dianggap berusaha memaksimumkan laba ekonomis.

Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus 1992. Ekonomi Mikro, Alih bahasa Drs. Haris Munandar, Burhan Wirasubrata, SE., Ir. Eko Wydiatmoko, Edisi ke-14, Pt. Erlangga. Jakarta.

Aziz N. (2003), Teori produksi dibedakan menjadi dua bagian yaitu pertama teori produksi jangka pendek yaitu jika seorang produsen menggunakan faktor produksi ada yang bersifat variabel dan ada faktor prosuksi yang bersifat tetap. Kedua, teori produksi jangka panjang yaitu bila semua input yang digunakan adalah input variabel, tidak terdapat input tetap sehingga kita asumsikan bahwa ada dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (TK) dan modal (M).

Aziz N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi, Aplikasi dan Manajemen, Bayumedia Publishing. Malang.
 

Konsepsi Biaya

Mulyadi (2005) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang terlah terjadi atau secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk juan tertentu
Surjadi (2013), mendefinisikan biaya sebagai berikut: 1). dalam arti luas: biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis (sifat kelangkaan) yang diukur dalam satuan mata uang yang terjadi atau kemungkinan terjadi dalam mencapai tujuan tertentu (to secure benefit). 2). dalam arti sempit: biaya adalah bagian dari harga pokok yang dikorbankan dalam usaha memperoleh penghasilan.

Mulyadi (2005). Akuntansi Biaya edisi ke-5. Penerbit Akademi Manajemen Perusahaan. Penerbit YKPN. Yogyakarta.


Surjadi Lukman (2013) Akuntansi Biaya: Dasar-Dasar Perhitungan Harga Pokok. Cetakan 1. Penerbit PT. Indeks. Jakarta.
 

Fungsi dan Kegunaan Break Even Poin

Menurut lukman syamsuddin (2001), "analisis break even poin sangat penting bagi perusahaan karena hal itu akan:
1. memungkinkan perisahaan untuk menentukan tingkat operasinya yang harus dilakukan agar semua operating cost dapat tertutup.
2. untuk mengevaluasi tingkat-tingkat penjualan tertentu dalam hubungannya dengan tingkat keuntungan."
Menurut koesumah (1985), mengatakan kegunaan break even poin bagi manajemen perusahaan adalah:
1. menentapkan tingkat produksi yang tetap untuk mencapai laba yang diinginkan
2. menyelidiki politik penetapan harga
3. memutuskan untuk menggunakan mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan yang baru atau rencana-rencana ekspansi yang baru.
Menurut djarwanto, (1984), "syarat-syarat yang diperukan untuk menentukan break even poin adalah:
1. bahwa prinsip-prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat
2. bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus dapat dipisahkan menjafi dua kelompok yakni biaya tetap dan biaya variabel. biaya-biaya yang bersifat meragukan yaitu biaya semi variabel harus ditegaskan kelompok biaya sehingga akhirnya hanya ada dua kelompok biaya saja yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
3. bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya tetap tersebut akan tinggal konstan sepanjang kosaran peride kerja, artinya tidak mengalami perubahan walaupun volume produksi berubah. bila dihitung perunit biaya tetap ini akan semakin menurun dengan meningkatnya volume produksi.
4. yang dikelompokan sebagai biaya variabel itu akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi yakni meningkat atau menurun secara sebading dengan perubahab volume produksi.
5. bahwa harga juala per unit barang akan tetap saja, tidak naik tidak turun berapa saja jumlah unit barang yang dijual
6. tingakat harga umum tidak mengalami perubahan selama kisaran waktu tertentu yang dianalisis
7. perusahaan yang bersangkutan hanya memproduksi dan menjual satu jenis barang saja
8. produktiviatas tenaga kerja pada perusahaan yang bersangkutan akan tetap atau tidak berubah.
9. dalam perusahaan yang bersangkutan harus ada singkronisasi antara volume produksi dengan volume penjualan, artinya bahwa barang yang diproduksi mesti terjual semua pada periode bersangkutan."
Adapun manfaat Break Even Point menurut Carter dan Usry (2006) adalah sebagai berikut:
1. Membantu memberikan informasi maupun pedoman kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapinya, misalnya masalah penambahan atau penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya.
2. Membantu manajemen dalam mengambil keputusan menutup usaha atau tidak serta memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut diberhentikan/ditutup.
Sedangkan manfaat atau kegunaan dari Break Even Point Menurut Bustam (2006) adalah: 
1. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan perusahaan agar tidak mengalami kerugian. 
2. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingakat keuntungan tertentu. 
3. Mengetahui berapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. 
4. Mengetahui bagaimana efek perubahaan harga jual, biaya dan volume penjualan. 
5. Menentukan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai jumlah laba yang ditargetkan.

Carter, W. K. dan Milton F. Usry (2006). Akutansi Biaya, Edisi Ketiga Belas, Buku satu. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.


Djarwanto, (1984), Pokok-pokok analisis laporan keuangan, edisi pertama. Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Bustami, Bastian Nurlela (2006). Akutansi Biaya Tingkat Lanjut (kajian Teori dan Aplikasi). Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.

Syamsuddin, Lukman, (2001). manajemen keuangan perusahaan, Perencanaan dan analisis keuangan perusahaan, edisi keempat. Penerbit PT. Raja grafindo Persada. Jakarta.
 

Pendapatan

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya. penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.

Rahim, A. dan Hastuti, Diah Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. 

Menurut Prabowo (1993), untuk memperoleh pendapatan bersih suatu usahatani atau bisnis harus dapat menguasai modal dan pada umumnya usahatani memerlukan investasi modal cukup besar dibandingkan bisnis lain (non pertaniai) untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang sama karena alasan ini proses memperoleh modal menjadi sangat penting dan pendapatan didasarkan atas produksi dan harga yang normal. 

Prabowo, D. 1993, Memilih Usaha dan Tehnik Analisa Investasi Untuk Usaha Pertanian/Agribisnis, Seri Manajemen Usahatani, ISBN 979-539-022-8, Aditya Media, Yogyakarta.
 

Penerimaan

Penerimaan dapat diartikan sebaga nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak (Soekartawi, 2002)

Soekartawi, 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi (Suratiyah, 2006).

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
 

Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatni keluarga (family farms), khsusnya tenaga kerja pertanian beserta anggota keluarga. Tenaga kerja usahatani keluarga biasanya terdiri atas pertanian beserta keluarga dan tenaga luar yang kesemuanya berperan dalam usahatani (Suratiyah, 2006).

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
 

Perbedaan Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

Menurut Suratiyah (2006), secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga (family farming) dan perusahaan pertanian (plantation, estate, enterprise). pada umumnya yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha keluarga sedangkan yang lain adalah perusahaan pertanian. Perbedaan pokok antara usahatani keluarga dan perusahaan pertanian terletak pada 8 hal, yaitu sebagai berikut.
1. Tujuan akhir
Tujua akhir usahatani keluarga adalah pendapatan keluaga pertani (family farm income) yang terdiri atas laba, upaya tenaga keluarga dan bunga modal sendiri. pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara ilai produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani. sementara perusahaan pertanian tujuan akhirnya adalah keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya, yaitu selisih antara nilai hasil produksi dikurangi dengan biaya.

2. Bentuk Hukum
Ushatani keluarga tidak berbadan hukum. Sedangkan perusahaan pertanian pada umumnya mempunyai badan hukum.

3. Luas Usaha
Usahatani keluarga pada umumnya berlahan sempit yang biasanya disebut gurem karena penggunaan lahan kurang dari 0,5 ha. Perusahaan pertanian pada umumnya berlahan luas karena orientasinya pada efisiensi dan keuntungan.

4. Jumlah Modal
Usahatanikeluarga mempunyai modal per satuan luas lebih kecil dibanding dengan perusahaan pertania.

5. Jumlah Tenaga yang dicurahkan
Jumlah tenaga yang dicurahkan per satuan luas usahatani keluarga lebih besar daripada perusahaa pertania.

6. Unsur Usahatani
Yang membedakan unsur usahatani keluarga dengan perusahaan pertanian terletak pada tenaga luar yang dibaya. Pada usahatani keluarga melibatkan pertanian hanya tenaga luar yang dibayar. Unsur lainnya tanah dan alam sekitar serta modal merupakan unsur yang dimliki, baik usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian.

7. Sifat Usaha
Usahatani keluarga pada umumnya bersifat subsistence, komersial, mauu semi komersial (transisi dari subsistence ke komersial). Seementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial artinya selalu megejar keuntungan dengan memperhatikan kualitas maupun kuantitas produknya.

8. Pemanfaatan terhadap hasil-hasil pertanian
perusahaan pertanian yang mutahir, bahkan tidak segan-segan membiayai penelitian dei kemajuan usahanya. Perusahaan pertanian biasanya mempunyai bagian penelitian dan penggembang (Research and Development) yang berfungsi untuk mencari dan menemukan terobosan-terobosan baru baik dari segi teknik bercocok tanam, pengolahan hasil, maupun peasarannya. Semenatara usahatani keluarga karena keterbatasan modal, peralatan, dan human capital maka terobosan-terobosan baru tergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui Departemen Pertanian dengan Balai-balai penelitian dan pemgembangan eknologi sertan tenag-tenaga penyuluh. Pertanian menerapkan hasil-hasil penelitian tersebut serta mengamati dan mengikuti demostrasi plot (demplot) serta upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah lainnya.

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
 

Sistem Agribisnis

sistem agribisnis dikelompokkan menjadi empat subsistem kegiatan, yaitu pengadaan srana produksi (agroindustri hulu), kegiatan produksi promer (budi daya), pengolahan (agroindustri hilir), dan pemasaran. dengan demikian, agribisnis merupakan gabungan dari agroindustri, budi daya pertanian, dan pemasaran.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Bogor.

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau kesatuan dari mata rantai pengadaan saprodi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran dihasilkan usahatani atau hasil olahannya (shinta, 2011).

shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. cetakan pertama. UB Press. Malang.
 

Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian adalah suatu proses untuk meningkatkan produksi hasil usahatani. Untuk hasil-hasil tersebut, perlu adanya pasar, serta harga yang cukup tinggi untuk membayar kembali biaya-biaya tunai dan day upaya yang telah dikeluarkan petani pada saat memproduksikannya. sehubungan dengan hal itu, ada 3 hal yang sangat diperlukan:
1. Seseorang di suatu tempat yang membeli hasil usahatani, perlu ada permintaan (demand) terhadap hasil usahatani tersebut.
2. Seseorang yang menjadi penyalur dalam penjualan hasil usahatani atau yang biasa disebut "sistem tata niaga"
3. Perlu ada kepercayaan petani terhadap kelancaran sistem tata niaga tersebut.

Hanafile, R. 2010. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Keberhasilan pembangunan pertanian memmerlukan beberapa pra kondisi yang untu daerah berbeda-beda. Pra kondisi tersebut meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Menurut ada lima syarat yang harus ada dalam pembangunan pertanian (Mubyarto, 1995).

Mubyarto. 1995. Pengatar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Pembangunan pertanian (dalam arti luas) dengan pendekatan agribisnis merupakan usaha rakyat dengan memperhatikan kelengkapan empat fungsi agribisnis (subsistem sarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pasca panen dan subsistem pemasaran). Konsep ini mempunyai arti, bahwa pembangunan pertanian harus berorientasi pasar dan tidak lagi sekedar berproduksi. sehingga pembangunan usaha peternakan rakyat dengan pendekatan agribisnis, mempunyai pengertian bahwa sebenarnya tidak ada hambatan lain dalam pembangunan tersebut kecuali jika salah satu sistem agribisnis belum ada dalam perekonomian tersebut (Mersyah, 2005).

Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan Untuk Mendukung Pelaksanaan Tonomi Daerah Di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
 

Padi

Padi (Oriza sativa L.) merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia karena sekitar 95% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Indonesia pernah berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Tingginya kebutuhan konsumsi beras disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia beranggapan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang belum dapat digantikan keberadaannya. disisi lain luas tanaman padi menurun 0,5 % dan menurunnya areal atau lahan karena dialihfungsikan menjadi pemukiman penduduk, sarana transportasi dan lain-lain. Di samping itu keterbatasan sarana produksi atau alat-alat pertanian dan kurangnya sumber daya manusia untuk yang berkualitas dapat melaksanakan usahatani secara efektif dan efisien (Sumadiningrat, 2001).

Sumodiningrat, G. 2001. Menuju Swasembada Pangan Revolusi Hijau. RBI. Jakarta.
 

Analisis Usahatani

Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan panggunaan lahan secara ekonomi, untuk tanaman semusim (padi sawah, padi gogo, jagung, kacang hijau, kacang tanah, bawang merah, dan ubi kayu). Indikator yang digunakan adalah rasio penerimaan dengan total biaya (R/C ratio). Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C-nya lebih besar dari satu, dimana semakin tinggi nilai R/C ratio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan (Gray et al,. 1992).

Analisis usahatani digunakan sebagai paramenter kelayakan penggunaan lahan secara ekonomi, untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan usahatani tanaman perkebunan (jambu mete, kemiri, kelapa, kakao, kopi, cengkeh, jeruk manis, dan vanila) adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan rasio pendapatan dengan biaya (B/C). Dalam perhitungan secara ekonomi usahatani tanaman perkebunan diasumsikan pengusahaan dilakukan sampai tahun ke-20 dan tingkat suku bunga bank diasumsikan sebesar 15%. Suatu investasi untuk usahatani tanaman tahun dikatakan layak jika nilai-nilai indikator tersebut. NPV > 0, Net B/C ratio > 1, dan  IRR > tingkat bunga bank yang berlaku (Gray et al,. 1992).

Gray, C. dkk, 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
 

Usahatani

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang ditempat itu diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh tanah-tanah itu, sinar matahari, bagunan-bangunan yang didirikan atas tanah dan sebagainya. Usahtani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1994). Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja (1983), usahatani sebgai oerganisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta.

Tjakrawiralaksana, Ir. Abbas dan H. M. Cahyana Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departeme Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Menurut Soekartawi (1995) bahwa usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasi sumber daya yang ada secara efisien dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif tiba petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani, UI Press, Jakarta.

Usahatani merupakan pertanian rakyat dari perkataan farm dalam bahasa Inggris. Dr. Mosher memberikan definisi Farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia sseorang pemiliki, penyakap atau manajer yang digaji. atau usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas itu, sinar matahari, bagunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya (Shinta, 2011).

Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. cetakan pertama. UB Press. Malang.

Usahatani adalah kesatuan organisasi antara faktor produksi beruupa lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen yang bertujuan untuk memperduksi komoditas pertanian. Usahatani sendiri pada dasarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dan alam dimana terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan alam sekitar (Abdoel, 2000).

Abdoel, D. 2000. Manajemen Usahatani.Depdiknas. Jakarta.

Ilmu usahatani adalh ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai moodal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya (Suratiyah, 2006).

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.


 

BREAK EVEN POINT

Beberapa Pengertian Break Even Point menurut para Peneliti dalam Tulisannya, sebagai berikut :
Break event point adalah volume penjualan pada saat total biaya sama dengan total pendapatan, dan laba sama dengan nol (Weston and Brigham, 1990 : 376).
Break even Point adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total pengeluaran atau biaya, titik dimana laba sama dengan nol (Hansen dan Mowen, 2006).
Analisis titik impas dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya. Biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi, 1995).
Break Even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam opersinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi atau dengan kata lain penerimaan sama dengan biaya (TR=TC). Tetapi analisis Break Even tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan yang break even saja. Akan tetapi analisis break even mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perudahaan mengenai berbgai tingkat volume penjualan serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingakat penjualan yang bersangkutan. Dengan menggunakan metode dan teknik analisis break even akan dapat ditentukan hubungan berbagai volume, biaya, harga jual, dan penjualan gabungan (sales mix) terhadap laba. oleh karena itu, analisis break even juga sering disebut "Cost-Volume-Profit Analisis" (Riyanto dan Munawir, 2001).
analisis break even merupakan analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh perusahaan agar tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisis break even akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingakat penjualan (Munawir, 2004).
Titik impas adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama. Tidak ada Laba maupun rugi pada titik impas. Untuk mencapai titik impas, target laba adalah nol (carter dan Usry, 2005)
Break event atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak memberikan kerugian (total penghasilan = total biaya) (Munawir, 2002 : 458).
Titik impas (break even) berlandasan pada pertanyaan sederhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut (Purba,2002 : 267).
Break even point dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan di mana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian (Alwi, 1994 : 265).
Break even point adalah suatu kondisi dimana total penghasilan tepat sama besarnya dengan biaya total sehingga perusahan tidak mendapatkan keuntungan ataupun menderita kerugian (Riyanto, 1997 :279).
Menurut Gunawan Adi saputra (2000), "Analisis break even poin atau analisis cost profit adalah suatu keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutupi biaya, baik yang bersifat tetap maupun yang bersifat variabel. Dengan kata lain break even poin menunjukan laba sama dengan nol atau bahwa penghasilan sama dengan biaya taotal."


Alwi, Syafaruddin. (1994). Alat-Alat Analisis Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi. Andi Offset. Yogyakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta.

Carter, K. Wlliam dan Milton F. Usry. 2005. Akutansi Biaya. Edisi 13. Buku 2. Penerbit salemba Empat. Jakarta. 

Hansen dan mowen (2006). Buku I Management Accounting Edisi 7. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Adisaputra, Gunawan dan Marwan Asri. (2000), Anggaran Perusahaan. Penerbit BPFE. Yogyakarta

Purba, Parentahen. (2002). Analisis dan Perencanaan Keuangan, Edisi Pertama. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Riyanto, B. dan Munawir, S. 2001. Analisis Laporan Finansial. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.

Riyanto, Bambang. (1997), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Weston, J. Fred, dan Brigham, F, Eugene, (1990). Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid Satu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
 

Usaha Peternakan

Usaha peternakan, terutama peternakan sapi potong di Indonesia umumnya masih dikelolah secara tradisional, yang bercirikan dengan usaha hanya sebagai usaha keluarga atau sebagai usaha sampingan. Menurut Santoso, Warsito, Andoko (2012), tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan tingkat pedapatan peternak, dan diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:
  1. peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usah sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence). dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30%.
  2. peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternakan mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha. dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70 persen (semi komersial atau usaha terpadu).
  3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single komodity), dengan tingkat pendapatan usaha ternak 70-100 persen.
  4. peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (Specialized Farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100 persen (komoditas pilihan).

menurut Williamson (1993), setidaknya ada tiga tipe peternakan sapi didaerah tropis yaitu peternak rakyat atau subsistem, peternak spesialis, dan produsen skala besar. Prawirokusumo (1990), berdasarkan tingkat produksi, macam teknologi yang digunakan, dan banyaknya hasil yang dipasarkan, maka usaha peternakan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
  1. usaha yang bersifat tradisional, yang diwakili oleh petani dengan lahan sempit, yang mempunyai 1-2 ekor ternak, baik ternak ruminansia besar, rumaninsia kecil bahkan ayam kampung.
  2. usaha backyard yang diwakili peternak ayam ras dan sapi perah yang telah memakai teknologi seperti kandang, manajemen, pakan komersial, bibit unggul dan lain-lain.
  3. usaha komersial adalah usah benat-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara lain untuk tujuan keuntungan maksimum. pengembangan suatu usaha peternakan sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya, baik  sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya pendukung lainnya.
Santosa, K., Warsito, dan A. Andoko. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. PT.Agromedia Pustaka. Jakarta.

Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis,Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


Usaha peternakan merupakan kegiatan beresiko yang akan memberikan kerugian baik dari segi material maupun non-material. Akan tetapi, bila berhasil maka akan memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi pemiliknya. Dalam menjalankan usaha apapun termasuk peternakan, tidak terlepas dari manajemen. Manajemen yang menentukan pertumbuhan atau kebangkrutan suatu usaha. Dengan adanya suatu pengelolaan dan manajemen yang baik maka usaha akan mampu bertahan dari segala tekanan, kendala, dan rintangan yang ada. Bahkan dapat berkembang menjadi lebih besar dan lebih baik lagi.

Dalam mengelola usaha peternakan, ada prinsip dan standarisasi yang membantu perkembangan usaha peternakan. Akan tetapi, prinsip dan standarisasi ini bukanlah nilai mutlak dalam kesuksesan peternak. Tidak selalu yang dilakukan peternak akan berbuah dengan baik dan sukses. Terkadang ada beberapa kendala atau halangan yang tidak dapat dihindari, contohnya tertipu rekan kerja, tertimpa becana, dan kendala-kendala lain. Berikut adalah beberapa prinsip dan standarisasi yang diharapkan mampu mendukung kemajuan dan perkembangan peternak.

Ustomo, E. 2016, 99% Gagal Beternak Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta.


Usaha Peternakan sapi di Indonesia umumnya berskala kecil sebagai usaha sampingan dan masih bersifat tradisional. Usaha penggemukan sapi memberikan keuntungan ganda seperti pertambahan berat badan serta hasil hasil limbah berupa kotoran ternak atau lebih dikenal dengan pupuk kandang, selain itu ternak diusahakan sebgai tabungan dan memberikan kesempatan kerja (Sugeng, 2003).

Sugeng, Y.B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.



Usaha penggemukan sapi memerlukan modal besar maka perlu dilakukan analisis kelayakan  usaha untuk memperhitungkan investasi. Investasi atau modal merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan (Mubyarto, 1994). 

Mubyarto., 1994, Pengantar Ekonomi Pertanian, Pustaka LP3ES, Jakarta.
 

Sektor Peternakan

Sektor perternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik. dimana pasar domestik akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat. semakin meningkatnya pendapatan penduduk maka permintaan produk-produk pertarnakan mengalami peningkatan. hal ini disebabkan meningkatnya pendapatan seseorang maka konsumsi terhadap sumber karbohidrat akan menurun dan konsumsi berbagai macam makanan yang kaya akan protein akan meningkat. sub sektor peternakan memiliki peranan penting dalam menopang perekonomian regional maupun nasional. masalah perternakan ini sudah tidak dapat dinomor duakan karena hal tersebut akan dominan ikut menentukan kelangsungan hidup suat negara ataupun bangsa (Saragi, 2008).

Saragih B. 2008. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Berbasis Peternakan. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan. IPB Bogor.

Bidang perternakan sebagai subsektor dari pertanian merupakan bidang yang sangat penting dalam kehidupan manusia terkait dalam penyediaan protein hewani masyarakat berkaitan erat dengan pemenuhan daging di dalam negeri. Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipengaruhi dari tiga sumber yaitu ternak sapi lokal, hasil penggemukan sapi impor, dan impor daging dari luar negeri. Impor sapi hidup dan dagin beku merupakan salah satu upaya agar tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi daging sapi di dalam negeri (Yulianto dan Saparinto, 2011).

Yulianto, P. dan C. saparianto. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian, dimana sektor memiliki nilao strategi dalam memenuhi kebutuhan pakan yang terus meningkat atas betambahnya jumlah penduduk Indonesia, dan peningkatan rata-rata pendapatan penduduknya Indonesia dan taraf hidup pertanian dan nelayan. Keberhasilan pembangunan tersebut ternyata berdampak pada perubahan konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkomsi karbohidarat ke arah konsumsi seperti daging , telur, susu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa permintaan akan telur dan daging ayam dalam negeri  saat ini telah dapat dipenuhi oleh produksi lokal, akan tetapi susu dan daging sapi masih memerlukan pasokan dari luar negeri. Berbagai usaha pembangunan perternakan telah diupayakan  oleh permintah sampai ke pelosok daerah namun masih terdapat kekurangan produksi yang akan mensuplay kebutuhan penduduk Indonesia akan protein hewani (Budiarto, 1991).

Budiarto, A., 1991. Produktivitas Sapi Potong di Jawa Timur Tahun 1988-1989. Tesis Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.



Bidang peternakan sebagai subsektor dari pertanian merupakan bidang yang sangat penting dalam  kehidupan manusia terkait dalam penyediaan bahan pangan hewani. Pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat berkaitan erat dengan pemenuhan daging di dalam negeri. Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber yaitu ternak sapi lokal, hasil penggemukan sapi impor, dan impor daging dari luar negeri. Impor sapi hidup dan daging beku merupakan salah satu upaya agar tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi daging  sapi di dalam negeri (Yulianto dan Saparinto, 2011).

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2011. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. CetakanII. Penebar Swadaya. Jakarta.